Ahmad Syahroni, (Dok AS) |
Oleh Ahmad Syahroni (Penulis)
Berqurban bagi umat muslim sudah menjadi barang pasti dalam setiap hari raya Idul Adha. Mulai dari kambing, sapi dan kerbau. Tiga hewan yang lazim ditemui setiap hari raya untuk dikurbankan.
Namun, ada yang menarik di setiap perayaan hari raya Idul Adha yaitu dari sisi kebudayaan, sosial dan kesehatan.
Di hari itu, warga berbondong-bondong, bergegas melihat hewan-hewan qurban disembelih, sebagian dari mereka berusaha membantu pejagal untuk merobohkan hewan qurban. Ada yang memegang tali, menindih, serta memegang dengan sekuat tenaga namun ada pula yang cengengesan.
Artinya ketika perayaan hari Idul Adha, tercipta chemistry yang hangat. Mereka saling bahu-membahu sekuat tenaga agar hewan kurban tak lepas.
Ada beberapa unsur yang bisa diperhatikan, dari sisi sosial, jamak orang mungkin untuk makan daging hanya satu tahun sekali, bertepatan dengan hari raya. Bagi masyarakat yang kelas ekonominya dibawah, daging adalah barang mahal untuk didapat, Syukur-syukur sekarang ada nasi padang yang menyajikan olahan daging dengan harga miring.
Namun bukan itu yang menjadi poin pentingnya, tetapi ketika para panitia memberikan sebungkus daging kurban ada rasa bahagia yang tak tertahan. Ucapan terimakasih, tawa bahagia dan sedikit komplain menjadi waran yang berpadu pada ramainya hari itu.
Singkatnya, di kampung nibung desa karang anyar, alhamdulillah sudah berjalan selama 7 tahun, telah berjalan pemotongan dan pembagian daging kurban secara rapih, terstruktur dan sistematis.
Sepenggal kata dari panita, "ini niat kami (panitia) untuk mendistribusikan seluruh daging kepada masyarakat, agar mereka merasakan meskipun sedikit"
Disini ada hal positif yang dapat diambil dari setiap tahunnya, salah satunya adalah konsisten dan pukul rata.
Disini tak ada diskriminasi, mau agama islam, non islam. Mau kaya atau miskin. Mau suka atau tidak suka. Para panitia memberikan semuanya kepada para penerima manfaat.
Dibuat, Jumat (30/06/2023)