SERANG, TRANSPANTURA.COM - Mantan Kepala Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten mengakui uang dana desa dipergunakan untuk senang-senang di tempat karaoke.
Hal itu dikatakan Aklani dalam sidang lanjutan kasus korupsi dana desa dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa di Pengadilan Tipikor Serang yang dikutip Kompas.com Selasa (31/10/2023) petang.
"Saya pakai uangnya Rp 225 juta buat hiburan dengan staf-staf saya, hiburan di Cilegon," kata Aklani saat ditanya Dedy Adi Saputra sebagai hakim ketua.
Lalu, Dedy mempertegas jawaban Aklani terkait hiburan apa yang dilakukannya.
"Nyanyi-nyanyi doang di tempat karaoke " jawab Aklani yang awalnya malu untuk menceritakannya.
Setelah diminta jujur oleh hakim, Aklani lantas menceritakan semuanya, bahwa ia bersama rekan-rekannya setiap hari menghabiskan uang jutaan untuk hiburan.
Rekan-rekan Aklani yang ikut menemaninya yakni Sekdes Edi Junaedi, Kaur Umum Kholid, Pendi selaku Kaur Pelaporan dan Sukron sebagai bendahara.
Aklani menceritakan bahwa ia bersama rekan-rekannya setiap hari menghabiskan Rp 5 juta sampai Rp 9 juta untuk sewa pemandu lagu, tips, makan, dan uang untuk dibawa pulang kerumah.
"Setiap hari hiburan terus yang mulia, ya mungkin kalau di total-total, ngasih nyawer (pemandu lagu atau PL). Biasa nyawer ada yang Rp 500.000 ada yang Rp 700.000, terus buat makan. Staf-staf saya juga ikut nyawer," kata dia.
Uang yang digunakan merupakan dana desa anggaran tahun 2019 yang seharusnya diperuntukan untuk kemajuan pembangunan dan masyarakat desa.
Total kerugian keuangan negara berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Kabupaten Serang Rp 925 juta.
Menurut Aklani, hobi berkaraoke sudah dilakukannya sebelum menjabat sebagai Kades Lontar sejak 2015.
Sebab, pekerjaannya sebagai pengusaha rumput laut membutuhkan waktu untuk bersenang-senang setelah capai bekerja. "Hiburan malam nyanyi nyanyi sendiri. Kalau cape kerja kan seharian jadi petani rumput laut butuh hiburan yang mulia," ucap Aklani.
Dalam dakwaan, dana desa tahun 2020 tidak dipergunakan sesuai rencana kegiatan desa. Sejumlah kegiatan fisik yang tidak terlaksana antara lain pekerjaan rabat beton di RT 003 Rp 71 juta, di RT 019 Rp 213 juta. Kemudian ada kegiatan pemberdayaan pelatihan service handphone Rp 43 juta. Pada masa pandemi Covid-19, kegiatan penyelenggaraan desa siaga kesehatan senilai Rp 50 juta juga tidak dilaksanakan.
Namun, pada persidangan hari ini Aklani membantahnya dan menyatakan bahwa kegiatan telah dilakukan dalam bentuk pembagian sembako kepada masyarat. "Kalau yang bantuan Covid itu sudah dilaksanakan yang mulia, bentuknya sembako, beras gitu," ucap Aklani.
Kemudian, ada juga tunjangan staf BPD dan staf desa Rp 27 juta yang tidak dibayarkan serta ada pembayaran fiktif senilai Rp 47 juta dan kas pajak yang tidak disetorkan ke negara. Total kerugian keuangan negara berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Kabupaten Serang Rp 925 juta. Sidang ditunda, dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa. (Red/rh)